You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Adiarsa
Desa Adiarsa

Kec. Kertanegara, Kab. Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah

ADIARSA MAJU

KUD: "Mini Vatikan" yang Terlupakan di Tengah Tanah Kas Desa

BAYU ROHANI 14 April 2025 Dibaca 25 Kali
KUD:

Di tengah-tengah Desa Adiarsa, sekitar sepuluh meter ke arah utara dari Balai Desa Adiarsa, berdirilah sebuah bangunan tua unik karena dindingnya terdiri dari seng yang ditata rapi namun setengahnya sudah menyerah pada karat,usia dan cuaca. Meski tak lagi mulus, separuh bagian dari atap seng itu masih bertahan, menahan berbagai hujan dan angin yang datang. Di sanalah satu-satunya aktivitas yang dilakukan di dalamnya: pembayaran tagihan listrik. Sebuah tempat yang fungsinya terbatas pada satu urusan kecil, namun tetap menjadi simbol keberadaan di tengah lahan yang lebih luas, tanah kas desa.

Bangunan ini, dulu dikenal sebagai Koperasi Unit Desa (KUD), berdiri megah pada masa keemasannya, ketika koperasi menjadi harapan untuk memajukan perekonomian desa. Namun, seiring berjalannya waktu, KUD ini hanya menyisakan kenangan akan kegemilangannya yang perlahan memudar, seperti seng-seng yang mengelupas dan dinding yang memudar catnya. Uniknya, meski bangunan ini terletak tepat di tengah tanah kas desa, ia lebih mirip negara Vatikan di tengah Kota Roma—terpisah dan terasing, tetapi tetap memiliki kekuatan dan peran yang tak boleh dianggap remeh.

Kisah bagaimana KUD bisa berada di tempat itu bermula dari tukar guling tanah desa yang cukup terkenal. Sebagai gantinya, desa mendapatkan sawah seluas 490 M², yang entah bagaimana kini telah menjadi warisan dari masa lalu yang tak lagi bisa dimanfaatkan dengan optimal. KUD yang dulunya menjadi pilar perekonomian desa kini hanya menjadi tempat bagi pelayanan administratif sederhana yang tidak berkembang. Bukan lagi pusat perputaran roda perekonomian desa, bangunan itu sekarang hanya menjadi "monumen hidup" yang mencerminkan sebuah sistem yang kehilangan arah, menjadi masuk akal kenapa bangunan tersebut tidak diperbaiki mengingat fungsinya hanya terbatas pada pelayanan pembayaran tagihan listrik yang bisa dilaksanakan di sudut bangunan itu.

Pada masa lalu, KUD pernah menjadi pusat bagi berbagai kegiatan yang menggerakkan roda ekonomi desa. Pemberdayaan masyarakat melalui koperasi, penyediaan bahan pokok, dan berbagai kegiatan produktif lainnya yang dulu seharusnya mampu menggeliatkan perekonomian desa. Namun, apa yang terjadi sekarang? Kegiatan yang ada hanya sebatas membayar tagihan listrik. Bahkan fungsi yang seharusnya jauh lebih besar dari sekadar itu, tak lagi ada. KUD kini hanya sekedar bangunan tua, namun tetap berdiri tegak di tengah tanah kas desa, mengingatkan kita akan apa yang pernah ada.

Sementara itu, di tingkat pemerintah pusat, Wacana program Koperasi Merah Putih sedang digodok sebagai bentuk komitmen untuk mengembangkan koperasi seluruh  desa di Indonesia. Program ini menjadi indikasi bahwa koperasi benar-benar konsep ekonomi yang sesuai dengan kultur rakyat indonesia, pertama kali didirikan oleh R. Aria Wiria Atmaja dan Mohammad Hatta namun layu dimakan waktu. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Koperasi merah Putih tadi akan bersanding dengan KUD yang telah dan masih ada di Desa Adiarsa atau justru menggantikan peran KUD yang telah eksis bertahun-tahun melewati berbagai zaman, hanya waktu yang bisa menjawab.

Bangunan ini, dengan segala keterbatasannya, mungkin bisa mengajarkan kita satu hal: bahwa sebuah tempat tidak selamanya bisa bertahan dengan hanya mengandalkan kenangan akan masa kejayaannya. Ketika kita hanya bertahan pada rutinitas tanpa berani berubah, maka tak ada yang bisa kita harapkan selain kerusakan yang kian menghampiri. KUD, dengan sisa bangunannya yang rapuh, adalah cerminan dari segala hal yang tidak tumbuh dan tidak berkembang, semoga tidak ada bangunan lain yang bernasib sama.

Tanah kas desa, yang seharusnya menjadi simbol kekuatan dan pemberdayaan, kini menjadi saksi bisu betapa kehidupan bisa berjalan tanpa arah yang jelas. KUD yang dulu menjadi harapan kini hanya menjadi tempat untuk aktivitas yang tak lebih dari sekadar administrasi. Dan mungkin, hanya di sini—di tengah kesendirian dan keterbatasan—kita akan mulai bertanya: apakah kita akan terus berdiri dengan hanya mengandalkan sisa-sisa kejayaan masa lalu, ataukah saatnya untuk memperbarui segala yang telah ada dan memberi tempat bagi kehidupan baru?

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image